explore1ndonesia |
Tulisan ini dirangkum dari beberapa artikel untuk lebih memudahkan dalam memahami hal-hal yang berkaitan shalat, wudhu dan tayammum di gunung. Dan lebih baik lagi jika bisa mendapat bimbingan langsung dari Ustadz ataupun teman yang sudah mengerti..
Shalat menghadap kiblat
Ketika hari masih terang, kita mudah menentukan arah kiblat. Namun akan menjadi kendala ketika malam hari atau ketika kondisi tertutup kabut tebal yang menutup cahaya matahari.
Ada beberapa cara menentukan arah kiblat :
- Cara termudah gunakan kompas/GPS
- Perhatikan tumbuhan lumut yang banyak terdapat di gunung.
Lumut biasa hidup di daerah yang minim mendapatkan cahaya matahari, oleh karena itu kebanyakan lumut akan hidup di daerah yang menghadap ke arah barat.
- Rasi Bintang Orion (Bintang Waluku/Bajak/Belantik) untuk arah Barat.
Ini adalah rasi paling mudah dikenali. Ciri khasnya adalah tiga buah bintang yang terang, saling berdekatan dan dalam satu garis lurus. Tiga bintang itu disebut sabuk orion. Satu garis yang menghubungkan tiga bintang itu bisa dijadikan petunjuk arah kiblat.
Perjalanan Kita Sudah Tergolong Safar
Dalam pendapat beberapa ulama, safar tidak memiliki batasan jarak tertentu. Hal-hal yang membedakan safar dengan perjalanan biasa bisa terlihat dari beberapa indikasi, di antaranya adalah perlunya membawa bekal yang cukup, adanya hal-hal yang di persiapkan secara khusus sebelum keberangkatan, adanya kesulitan/kepayahan menempuh perjalanan yang tidak di dapati pada perjalanan biasa, dan hal-hal lain semisalnya.
Berkaitan dengan hal ini, kita bisa melakukan qashar dalam shalat kita saat melakukan perjalanan di alam bebas atau semacamnya. Qashar adalah menyingkat jumlah raka'at shalat dari 4 menjadi 2 raka'at. Lantas, untuk masalah jamak maka dasar awalnya adalah sesuai dengan keadaan kita. Untuk kondisi di perjalanan yang tidak memungkinkan kita sering berhenti, maka kita bisa menjamak shalat Zhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya. Namun, jika kondisi kita sedang diam di camp selama beberapa lama maka lebih baik shalat itu tidak dijamak.
Tayammum Saat Persediaan Air Terbatas
Jika kondisi air gunung yang sangat dingin sekali atau panas sekali. Maka dalam berwudhu, kita diperbolehkan membasuh anggota badan yang wajib saja, yaitu wajah, kedua tangan hingga batas siku, mengusap (sebagian) kepala dan mencuci kaki hingga batas mata kaki. Masing-masing wajib dibasuh/diusap sekali saja. Kalau dua atau tiga kali sifat hanya sunnah. Namun bila kondisinya sangat dingin dan khawatir menyebabkan penyakit, maka anda boleh melakukan tayammum. Yaitu dengan menyapu wajah dan tangan dengan tanah/debu/pasir,batu,kapur dan selainnya sebagai ganti dari wudhu`.
“Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan sho’id yang baik (suci).” (QS. Al Maidah: 6). (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 14: 260)
Tidak jarang pula saat kita melakukan pendakian dan sebagainya, kita bertandang ke daerah yang sulit ditemukan aliran air atau bahkan tidak ada sumber air sama sekali. Sebagaimana kita ketahui bersama, persediaan air adalah esensial dalam perjalanan di alam bebas karena ia menyangkut hidup tim. Air yang dibawa sebagai bekal dari awal perjalanan kadang terbatas sesuai manajemen ekspedisi yang direncanakan karena air adalah beban terberat dalam packing.
Untuk itu, dalam masalah wudhu kita tidak perlu memaksakan diri jika memang tidak diketemukan sumber air di alam, karena Islam telah dirancang tidak untuk mempersulit kaum muslimin. Solusi dari hal ini adalah kita diperbolehkan bersuci dengan cara bertayammum, meskipun kita memiliki air karena air itu penting untuk mengolah makanan dan untuk minum. Sedangkan jika kita menemukan sungai atau sumber mata air dalam perjalanan kita, maka hendaknya kita bersuci dengan cara berwudhu sebelum kita melaksanakan shalat.
Wudhu dan Shalat dengan Tanpa Melepas Sepatu
Salah satu keringanan bagi musafir atau orang yang sedang safar adalah diperbolehkannya mengusap khuf (sepatu) sebagai ganti mengusap kaki saat wudhu. Praktek ini dikenal dalam fiqoh dengan istilah al-Mashu Alal Khuffain. Kita tahu bahwa sepatu tracking yang tinggi hingga menutup mata kaki agak susah dilepas, sehingga jika kita hendak shalat di tengah perjalanan (misal kita hendak shalat jamak Zhuhur dan Ashar di tengah perjalanan) maka dalam berwudhu kita cukup mengusap bagian atas sepatu dan melanjutkan shalat tanpa melepas sepatu.
Syarat yang harus dipenuhi agar dibolehkan mengusap khuf adalah sebelum mengenakan khuf dalam keadaan bersuci (berwudhu atau mandi) terlebih dahulu.
Hal ini berdasarkan hadits Al Mughiroh bin Syu’bah, ia berkata, “Pada suatu malam di suatu perjalanan aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu aku sodorkan pada beliau bejana berisi air. Kemudian beliau membasuh wajahnya, lengannya, mengusap kepalanya. Kemudian aku ingin melepaskan sepatu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau berkata,
“Biarkan keduanya (tetap kukenakan). Karena aku telah memakai keduanya dalam keadaan bersuci sebelumnya.” Lalu beliau cukup mengusap khufnya saja.
Dan untuk musafir, jangka diperbolehkannya tidak melepas sepatu sama sekali untuk mengusap khuf ini adalah 3 hari 3 malam terhitung dari pertama kali ia berwudhu dengan mengusap khuf.
Sumber: rumaysho.com, ganendragiri.web.id
Baca juga 7 tips shalat ketika mendaki gunung
1 komentar:
Write komentarbagus nih, jadi tambah wawasan
Reply